Minggu, 18 November 2012

Final Softskill Psikologi & Teknologi Internet #

SUB 2
Memainkan Game Online selama Tiga hari dan Dampak positif dan negatifnya


Banyak beredarnya game online beberapa tahun belakangan ini menjadi suatu fenomena yang menarik bagi para Gamers. Tak hanya orang dewasa atau remaja sekarang games online sudah menyedot ketertarikan para anak-anak juga. Bahkan beberapa dari anak-anak atau gamers cilik tersebut sangat tergila-gila akan kesenangan bermain games online dan menjadikan nya sebagai hobby mereka.
Jaman memang sudah berubah…


Sekilas tentang game
A . Pengertian Game
     Game berasal dari bahasa inggris yang berarti permainan. Dalam setiap game terdapat peraturan yang berbeda-beda untuk memulai permainannya sehingga membuat jenis game semakin bervariasi. Karena salah satu fungsi game sebagai penghilang stress atau rasa jenuh maka hampir setiap orang senang bermain game baik anak kecil, remaja maupun dewasa, mungkin hanya berbeda dari jenis game yang dimainkannya saja.
     Game sendiri mempunyai dampak positif dan negatif untuk saya.
Dampak positif: sebagai penghilang stres karena lelah belajar dan beraktivitas seharian, mungkin bermain game tepat untuk menghilangkan penat tersebut. Lalu sebagai media untuk menambah kecerdasan otak dan daya tanggap.
Dampak negatif: karena terlalu sering bermain game lupa untuk belajar, sehingga membuat waktu belajar menjadi tertunda. Lalu terlalu sering diam didepan komputer mata menjadi sakit, berair dan terlihat lesu.
Terus terang saya hanya melakukan percobaan ini selama beberapa jam dalam sehari tetapi saya melakukan nya dalam 3 hari berturut-turut. Saya termasuk orang yang tidak suka dengan game online dalam bentuk permainan apapun karena memang biasanya saya hanya bermain jika ada waktu luang dan itu pun jarang saya lakukan. Pada saat saya coba memainkan permainan Game online saya mencoba memainkan game seperti puzzle atau teka-teki, balapan, Dinner Dash, Parampaa, Super Mario dan Metal Slug. Saya termasuk anak yang mudah bosan jadi berkali-kali mencoba mengganti permainan dan hanya mengikuti lingkungan, seperti permainan apa saja yang sedang in dikalangan Gamers.

B . Jenis - jenis game
     Jenis game mungkin sangat banyak dan bervariasi, dari media untuk memainkannya yang berbeda, cara bermain, jumlah pemain, tapi disini yang akan saya jelaskan adalah jenis game berdasarkan tipe game yang biasanya dimainkan di handphone dan komputer.
1.  Action  games, biasanya meliputi tantangan fisik, teka-teki (puzzle), balapan, dan beberapa konflik  lainnya. Dapat  juga meliputi masalah ekonomi sederhana, seperti mengumpulkan benda-benda.
2.  Real Time Strategy (RTS) adalah game yang melibatkan masalah strategi, taktik, dan logika. Contoh  game  jenis ini adalah Age of Empire, War Craft, dan sebagainya.
3.  Role Playing Games  (RPG), kebanyakan game jenis ini melibatkan masalah taktik, logika, dan eksplorasi atau penjelajahan. Dan juga kadang meliputi teka-teki dan masalah ekonomi karena pada  game  ini biasanya melibatkan pengumpulan barang-barang rampasan dan menjualnya untuk mendapatkan senjata yang lebih baik. Contoh dari game ini adalah Final Fantasy, Ragnarok, Lord of The Rings, dan sebagainya.
4.  Real World Simulation, meliputi permainan olahraga dan simulasi masalah kendaraan termasuk kendaraan militer. Games ini kebanyakan melibatkan masalah fisik dan taktik, tetapi tidak masalah eksplorasi, ekonomi dan konseptual. Contohnya seperti adalah game Championship Manager.
5.  Construction and Management, seperti  game  Roller Coster Tycoon dan The Sims. Pada dasarnya adalah masalah ekonomi dan konseptual. Game ini jarang yang melibatkan konflik dan eksplorasi, dan hampir tidak pernah meliputi tantangan fisik.
6.  Adventure games, mengutamakan masalah eksplorasi dan pemecahan teka-teki. Namun terkadang meliputi masalah konseptual, dan tantangan fisik namun sangat jarang.
7.  Puzzle games,  ditujukan untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Hampir semua  semua tantangan disini menyangkut masalah logika yang biasanya dibatasi oleh waktu.
8.  Slide scrolling games, pada jenis  game  ini karakter dapat bergerak ke samping diikuti dengan gerakan background. Contoh game tipe seperti ini adalah Super Mario, Metal Slug, dan sebagainya.

C . Komponen pembuatan game
     Untuk membuat sebuah game di media seperti handphone dan komputer diperlukan keahlian bahasa pemrograman dan kretifitas yang tinggi untuk pembuatanya, sehingga cukup sulit untuk membuatnya. Namun dalam pembuatannya yang diperlukan adalah software untuk membuat game, tenaga ahli, dan PC. Banyak software komputer yang digunakan untuk membuat sebuah game, misalnya : prolog, blender, eclipse, netbeans, dan lain sebagainya .


Sumber :
http://erristhya2.blogspot.com/2011/04/jenis-jenis-game.html

Final Softskill Psikologi & Teknologi Internet #


SUB 1


Merangkum Isi Jurnal Bertema Internet Dan Psikologi

Judul : Excessive Internet Use (Penggunaan Internet Berlebihan)


Seiring berjalannya waktu, penggunaan internet di seluruh dunia semakin bertambah dan akan terus bertambah. Dari anak-anak sampai orang dewasa tidak luput dari pengguanaan internet. Memang tidak dapat dipungkiri lagi kekayaan manfaat dari internet tersebut, yang dapat mengakses data dengan cepat, mudah dan instant. Tetapi disamping manfaatnya yang sangat banyak, perlu diperhatikan pula kerugian yang dapat ditimbulkan dari penggunaan internet yang berlebihan. Banyak pengaruh yang tidak baik dari penggunaan internet yang berlebihan, dan kerugiannya dapat berdampak pada berbagai aspek, baik aspek biologis, psikologis, dan aspek lainnya. Dari aspek biologis (fisik) dapat terasa apabila kita menggunakan internet, misalnya bermain game-online yang banyak memakan waktu dan tenaga yang dapat membuat tubuh kita kelelahan dan diserang penyakit karena terlalu kelelahan, mata kita juga dipacu untuk terus menatap ke layar monitor komputer, yang apabila terus-menerus seperti itu dapat membuat mata rusak karena terkena radiasi dari komputer, dan masih banyak gangguan lainnya. Selain aspek fisik, aspek psikologis juga dapat berdampak pada penggunaan internet yang berlebihan, misalnya bagi yang sangat kecanduan sosial media facebook atau twitter yang selalu update status, akan terjadi kecemasan dalam diri yang disebabkan karena terlambat membuat status di account-nya atau terlambat membalas retweet teman di twitter atau terlambat membalas pesan dari teman di facebook dan lain sebagainya. Untuk mengupas kasus seperti ini, khususnya kecanduan internet yang dapat berdampak pada psikologis seseorang, kita dapat mencari jurnal yang berkaitan dengan internet dan psikologi, dan dapat kita analisis isi jurnal tersebut agar kurang lebihnya mengetahui dampak psikologis apa saja yang ditimbulkan dari kecanduan internet. Dalam kesempatan kali ini akan kita analisa isi jurnal yang berjudul“Excessive Internet Use” atau “Penggunaan Internet Berlebihan."




Australian Journal of Emerging Technologies and Society 2007
Vol. 5, No 1, 2007, pp: 34-47

Excessive Internet Use : The Role of Personality, Loneliness and Social Support Networks in Internet Addiction - (Penggunaan Internet Berlebihan : Peran Kepribadian, Kesepian dan Sosial Mendukung dalam Kecanduan Internet)

By :
Elizabeth Hardie adalah Dosen Senior Psikologi di Swinburne University of Technology.
Ming Yi Tee adalah mahasiswa Pascasarjana Psikologi di Swinburne University of Technology.




ABSTRACT

Sebuah survei online dari 96 orang dewasa menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria Young (1998) pada Test Kecanduan Internet, 40% dari sampel dapat diklasifikasikan sebagai pengguna internet rata-rata, 52% sebagai masalah pengguna berlebihan dan 8% sebagai patologis kecanduan internet. Tiga kelompok berbeda pada berbagai faktor, dengan penggunaan berlebihan dan pecandu menghabiskan waktu yang lebih dalam aktivitas online, yang lebih neurotik dan kurang extraverted, lebih cemas dalam sosial dan kesepian dalam emosional, dan memperoleh dukungan lebih besar dari jaringan internet sosial daripada pengguna internet rata-rata. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa hanya neurotisisme dan dukungan dari jaringan sosial online dirasakan adalah prediktor signifikan penggunaan internet yang berlebihan. Selain itu, pengguna berlebihanditemukan lebih muda dan kurang berpengalaman dalam menggunakan komputer dari pengguna rata-rata atau pengguna yang kecanduan. 

Keywords : kecanduan internet, penggunaan internet yang berlebihan, kepribadian, kesepian, jaringan dukungan sosial.


 

PENDAHULUAN (TEORI)

Akses internet di seluruh dunia telah meningkat secara dramatis selama dekade terakhir, diperkirakan 1.114.274.426 pengguna pada Maret 2007 (Internet World Stats 2007). Pesatnya pertumbuhan penggunaan internet telah melahirkan penelitian pada kedua manfaat dan bahaya dari aktivitas online. Penelitian awal memperingatkan konsekuensi sosial dan psikologis negatif dari penggunaan internet (Kraut, Patterson, Lundmark, Kiesler, Mukopadhyay & Scherlis 1998), tetapi tindak lanjut penelitian menunjukkan konsekuensi seperti itu hilang dari waktu ke waktu (Kraut, Kiesler, Boneva, Cummings, Helgeson & Crawford 2002). Studi Kraut et al. menunjukkan bahwa potensi konsekuensi psikologis dan sosial yang negatif berkurang karena masyarakat menjadi semakin terbiasa menggunakan internet.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan internet telah sedikit berdampak negatif pada kesejahteraan (Biao-Bin, Man-Na, Bi-Qun & Yong-Hong 2006) dan bahwa partisipasi dalam kegiatan online dapat memberikan manfaat sosial dan psikologis (Cummings, Sproull & Kiesler 2002; Shaw & Gant 2002). Brignall dan Van Valey (2005) mencatat bahwa orang muda yang tumbuh dengan internet menggunakan aktivitas online sebagai bentuk penting dari interaksi sosial. Perse dan Ferguson (2000) menemukan persahabatan sosial menjadi motif terkuat untuk penggunaan internet dan studi baru-baru ini mengkonfirmasi bahwa orang-orang muda dan orang dewasa sama-sama menggunakan internet untuk menemukan persahabatan dan percintaan (lihat misalnya, Hardie & Buzwell 2006; Whitty 2004). Aktivitas online juga dikenal untuk memberikan dukungan, informasi dan peluang untuk koneksi sosial untuk kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan dan terisolasi seperti yang sama-seks tertarik orang-orang muda (Hillier & Harrison 2007), orang tua dari anak-anak cacat (Blackburn & Baca 2005), orang dengan sosial kecemasan (Campbell, Cumming & Hughes 2006; Erwin, Turki, Heimberg, Fresco & Hantula 2004) dan mereka dengan masalah medis (Fogel, Albert, Schnabel, Ditkoff & Neugut 2002; Kalichman, Benotsch, Weinhardt, Austin, Lukas & Cherry 2003; Houlihan, Drainoni, Warner, Nesathurai, Wierbicky & Williams 2003).

Menggunakan internet mungkin bermanfaat atau baik ketika disimpan pada tingkat “normal”, namun tingkat tinggi penggunaan internet yang mengganggu kehidupan sehari-hari telah dikaitkan dengan berbagai masalah, termasuk penurunan psikososial rincian kesejahteraan, hubungan dan mengabaikan domestik, akademik dan tanggung jawab bekerja (Beard 2002; Weiser 2001; Widyanto & McMurran 2004; Yao-Guo, Lin Feng-Yan & Lin-2006; Muda 1998). Sebuah studi epidemiologi baru-baru ini oleh Stanford University peneliti medis (Aboujaoude, Quran & Game, 2006) menunjukkan bahwa menggunakan internet bermasalah adalah kekhawatiran. Telepon survei mereka dari 2513 rumah tangga mengungkapkan bahwa satu dari delapan orang Amerika menunjukkan penanda potensi masalah untuk penggunaan internet yang berlebihan.

Sementara jumlah aktivitas internet yang dianggap “berlebihan” adalah penilaian subjektif, dan klasifikasi penggunaan internet berat sebagai gangguan klinis mungkin kontroversial, beberapa berpendapat bahwa ketergantungan patologis pada kegiatan internet, atau kecanduan internet, dapat dianggap gangguan klinis yang memenuhi kriteria DSM-IV untuk ketergantungan zat (lihat Nichols & Nicki 2004). Kecanduan internet ditandai oleh Young (1996; 1998) sebagai internet digunakan secara berlebihan yang mengganggu pola tidur seseorang, produktivitas kerja, rutinitas sehari-hari dan kehidupan sosial. Muda mengembangkan alat diagnostik, Test Kecanduan Internet (IAT), yang telah terbukti menjadi instrumen yang dapat diandalkan dan valid untuk mengklasifikasikan pengguna internet menjadi tiga kelompok : Pengguna rata-rata yang memiliki kontrol penuh atas aktivitas internet mereka, Pengguna yang berlebihan yang sering mengalami karena aktivitas internet mereka bermasalah dan Pecandu internet yang mengalami masalah yang signifikan karena ketergantungan mereka pada aktivitas internet (lihat Young 1998; juga Widyanto & McMurran, 2004). Sementara label ini adalah klasifikasi yang terbuka untuk diperdebatkan, terminologi Young akan digunakan dalam penelitian ini.

AJETS Vol. 5, No 1, 2007, pp: 34-47

Hal ini jelas bahwa orang-orang dari segala usia sekarang menggunakan internet, tetapi banyak penelitian tentang penggunaan internet yang berlebihan telah didasarkan pada sebagian kecil mono-kultural sampel siswa. Sebagai contoh, (2004) studi Engelberg dan Sjoberg dari kecanduan internet, kesepian dan sosio-emosional keterampilan itu didasarkan pada sampel dari 41 mahasiswa ekonomi Swedia. (2002) studi Shaw dan Gant dari penggunaan internet, kesepian dan dukungan dirasakan didasarkan pada 20 diad chatting sarjana AS. Demikian juga, Amichai-Hamburger dan Ben-Artzi (2003) menggunakan sampel kecil dari mahasiswa Israel dalam studi mereka menggunakan kepribadian, kesepian dan internet.

Beberapa penelitian terakhir telah menggunakan mono-kultural yang lebih besar sampel remaja. Yao-Guo et al. (2006) mensurvei 476 siswa Cina SMP dan menemukan bahwa sekitar 11% menderita gangguan kecanduan internet. Bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka, remaja kecanduan internet memiliki lebih banyak masalah emosional dan kepribadian. Dalam studi lain Cina, Biao-Bin dkk. (2006) disurvei 692 remaja untuk mengeksplorasi hubungan antara kepuasan hidup, emosi dan menggunakan internet. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perilaku internet remaja berdampak kecil terhadap kesejahteraan subjektif, tetapi tidak jelas apakah temuan ini dapat digeneralisasi untuk sampel orang dewasa lebih beragam budaya.

Para peneliti telah meneliti hubungan antara penggunaan internet yang berlebihan dan berbagai faktor, termasuk karakteristik demografis seperti gender (Amichai-Hamburger & Ben-Artzi 2003), ciri-ciri kepribadian seperti neurotisisme dan extraversion (Wolfradt & Doll 2001), menyatakan emosional seperti kesepian dan kecemasan (Caplan 2003; Moody 2001; Gembala & Edelmann 2005;. Yao-Guo et al 2006), jaringan dukungan sosial yang tidak memadai (Cummings et al, 2002;. Kraut et al, 2002.) dan jenis kegiatan khusus internet (Widyanto & McMurran 2004).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor kepribadian dapat mendukung hubungan antara penggunaan internet dan kesehatan emosional. Sebagai contoh, penelitian Kraut et al (2002) menunjukkan bahwa faktor kepribadian extraversion dimediasi hubungan antara penggunaan internet dan emosi. Mereka digolongkan sebagai extraverts cenderung mendapatkan keuntungan dari menggunakan internet, dengan pengguna sering menunjukkan tingkat rendah berdampak negatif, kesepian kurang, dan harga diri yang lebih besar. Pengguna sering lebih introvert cenderung memiliki pola yang kontras kesepian yang lebih besar, mempengaruhi negatif dan rendah diri. Wolfradt dan Doll (2001) menemukan bahwa kepribadian dipengaruhi motif untuk penggunaan internet. Dalam studi mereka, sifat neurotisisme dikaitkan dengan motivasi yang lebih besar untuk menggunakan internet untuk tujuan hiburan dan komunikasi antarpribadi. Extraversion hanya dikaitkan dengan motif komunikasi interpersonal. Berbeda dengan studi yang disebutkan di atas, Engelberg dan Sjoberg (2004) tidak menemukan hubungan antara penggunaan internet dan karakteristik kepribadian.

Ketika peran gender dipertimbangkan bersama dengan menggunakan internet, Amichai-Hamburger dan Ben-Artzi (2003) menemukan bahwa kepribadian dikaitkan dengan penggunaan internet untuk wanita, bukan pria. Studi mereka menunjukkan extraversion yang negatif terkait, dan neurotisisme positif terkait, dengan penggunaan situs sosial online untuk wanita, tetapi untuk pria tidak ada hubungan yang signifikan antara kepribadian dan penggunaan situs-situs sosial.

Studi menggunakan internet, keadaan emosional dan jaringan dukungan sosial telah menghasilkan temuan dicampur. Sebagai contoh, beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara penggunaan internet dan kesepian (Matsuba 2006; Morahan-Martin & Schumacher 2003). Shaw dan Gant (2002) menemukan bahwa penggunaan internet yang lebih besar dikaitkan dengan penurunan dalam kesepian dan peningkatan dukungan sosial dirasakan. Cummings et al. (2002) juga menemukan manfaat dukungan sosial, dengan partisipasi aktif dalam merupakan newsgroup online terkait dengan manfaat jaringan sosial seperti menemukan orang dengan pengalaman serupa, dan mengembangkan orientasi komunitas yang kuat. Sebaliknya, Engelberg dan Sjoberg (2004) menemukan sering menggunakan Internet untuk dihubungkan dengan kesepian yang lebih besar, adaptasi sosial miskin dan keterampilan emosional. 

Hardie & Tee : Penggunaan Internet berlebihan (2001) menemukan bahwa penggunaan internet tinggi dikaitkan dengan tingkat tinggi kesepian emosional, tetapi tingkat rendah kesepian sosial. Caplan (2003) menemukan bahwa individu kesepian dapat mengembangkan preferensi untuk interaksi sosial online yang dapat menyebabkan penggunaan internet bermasalah. Demikian pula, Erwin dkk. (2004) menemukan bahwa individu sosial cemas mengembangkan preferensi untuk aktivitas internet. Mereka dengan kecemasan paling parah interaksi sosial menghabiskan waktu online yang paling.

Setiap penelitian tersebut di atas telah menghasilkan hasil yang menarik, tetapi tidak ada yang termasuk rangkaian lengkap dari faktor psikososial. Pertanyaan tetap tentang pengaruh relatif dari usia, jenis kelamin, kepribadian, emosi, jaringan dukungan dan jenis aktivitas online pada penggunaan internet, khususnya tingkat bermasalah menggunakan internet berlebihan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk survei sampel beragam pengguna internet dewasa tentang penggunaan internet mereka. Peserta yang berusia di atas 18 direkrut melalui chat room internet, forum online dan jaringan diketahui oleh peneliti. Dengan demikian, peserta dipilih diri dari komunitas internet global. Strategi ini menghindari keterbatasan siswa hanya contoh atau mono-bias budaya studi sebelumnya, meskipun sampel terbatas pada mereka dengan keterampilan bahasa Inggris. Responden menjawab serangkaian pertanyaan tentang kepribadian, emosi, jaringan sosial dan aktivitas internet.

Penelitian ini ditujukan tiga pertanyaan penelitian :

1.   Proporsi responden dewasa Apa yang dapat diklasifikasikan sebagai pengguna biasa, pengguna yang berlebihan atau pecandu internet?

2.   Apakah tiga kelompok berbeda dalam hal usia, jenis kelamin, aktivitas internet, extraversion, neuroticism, kesepian sosial dan emosional, kecemasan sosial, online dan offline jaringan dukungan sosial?

3.   Kepribadian demografi, dukungan emosi, sosial dan faktor aktivitas internet terbaik memprediksi menggunakan internet berlebihan?


Tabel 1 - Rata-rata waktu yang dihabiskan dalam aktivitas online untuk kelompok pengguna rata-rata, pengguna yang berlebihan dan pecandu internet.




Tabel 2 - Kepribadian, emosi dan skor dukungan sosial untuk kelompok pengguna rata-rata, pengguna yang berlebihan dan pecandu internet.




Tabel 3 - Hasil analisis langkah hirarkis regresi menggunakan demografi, kepribadian, emosi, dukungan sosial dan faktor aktivitas internet untuk memprediksi skor kecanduan internet.




METODE, BAHAN DAN PROSEDUR




RINGKASAN ISI JURNAL

Studi ini menunjukkan bahwa kriteria kecanduan internet Young (1996; 1998) yang diterapkan pada sampel yang beragam dari 96 orang dewasa, 40% dapat digolongkan sebagai pengguna internet rata-rata, 52% sebagai pengguna yang berlebihan dengan masalah sering disebabkan oleh penggunaan internet mereka, dan 8% memiliki ketergantungan yang patologis di internet. Semua kelompok melaporkan tingkat yang sama daridukungan wajah mereka untuk menghadapi jaringan sosial dan tingkat moderat kesepian sosial. Kelompok-kelompok berbeda pada berbagai faktor, dengan pengguna yang berlebihan dan pecandu pelaporan jam semakin besar terlibat dalam aktivitas online, lebih banyak dukungan dari jaringan internet sosial mereka, tingkat yang lebih tinggi dan tingkat yang lebih rendah neurotisisme-extraversion, kecemasan sosial yang lebih besar dan lebih emosional daripada kesepian pengguna internet rata-rata. Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa hanya dua faktor, kepribadian neurotik dan dukungan tingkat tinggi yang dirasakan dari jaringan sosial online diprediksi tingkat penggunaan internet yang berlebihan. Pengguna yang berlebihan ditemukan lebih muda dan kurang berpengalaman dalam menggunakan komputer dari pengguna rata-rata atau kecanduan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelaskan peran kepribadian dan melacak kemungkinan jalur pada awalnya dan digunakan untuk menggunakan rata-rata pada kecanduan patologis.


KESIMPULAN

Dari pembahasan jurnal Hardie & Tee dapat disimpulkan bahwa menurut survei online dari 96 orang dewasa menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria Young (1998) pada Test Kecanduan Internet :

40% dapat diklasifikasikan sebagai pengguna internet rata-rata.
52% dapat diklasifikasikan sebagai masalah penggunaan internet yang berlebihan.
8% dapat diklasifikasikan sebagai patologis kecanduan internet.

Neurotisisme dan dukungan dari jaringan sosial online adalah prediktor signifikan penggunaan internet yang berlebihan. Pengguna yang berlebihan ditemukan lebih muda dan kurang berpengalaman dalam menggunakan komputer dari pengguna rata-rata atau kecanduan.

Dilihat dari tabel 2 (Kepribadian, emosi dan skor dukungan sosial untuk kelompok pengguna rata-rata, pengguna yang berlebihan dan pecandu internet) permasalahan internet yang berpengaruh pada psikologis pengguna yang kecanduan internet adalah masalah neuroticism, selanjutnya masalah extraversion, lalu kecemasan sosial, kesepian emosional, kesepian sosial, dukungan sosial, dan terakhir dukungan sosial internet. Untuk permasalahan pada pengguna internet yang berlebihan, masalah psikologis yang utama adalah masalah neuroticism, selanjutnya masalah extraversion, lalu kecemasan sosial, diikuti dengan kesepian emosional, kesepian sosial, dukungan sosial, dan terakhir dukungan sosial internet.

Penggunaan internet yang berlebihan mencapai presentase 52% sangat jauh berbeda dengan yang kecanduan internet yang hanya mencapai 8% saja. Walaupun masalah kecanduan internet hanya mencapai presentase yang sedikit, tetapi melihat presentase penggunaan internet yang berlebihan mencapai 52% perlu diperhatikan lagi permasalahan ini, karena kecanduan internet bermula dari keasyikan kita berlama-lama menggunakan internet, lambat laun kita akan merasa cemas dengan tidak bermain internet, dan lama-kelamaan akan menjadi pecandu internet yang sulit lepas dari internet dan berdampak kurang baik dalam aspek psikologis (neuroticism, extraversion, kecemasan sosial, kesepian emosional, kesepian sosial, dukungan sosial, dan dukungan sosial internet).

Waspadalah dengan penggunaan internet yang berlebihan, karena dapat berdampak pada masalah yang lebih kompleks lagi yaitu bahaya kecanduan internet. Gunakanlah internet dengan sewajarnya, jangan sampai penggunaan internet merugikan diri sendiri…

(Untuk mengetahui penjelasan yang lebih akurat mengenai jurnal ini, dapat mengunjungi link yang tertera pada sumber)

Sumber :

Final Softskill (Minggu ke7)


SUB 1
Etika penelitian dalam menggunakan Internet 


I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Di era media baru saat ini, peralihan dari media cetak konvensional ke media online turut mempengaruhi industri media Indonesia. Kini, di Indonesia semakin banyak situs news online yang menawarkan update berita terkini yang dapat diakses secara cepat melalui internet dimanapun dan kapanpun. Awalnya news online ini dipelopori oleh detik.com, lalu kemudian diikuti dengan munculnya portal online yang lain seperti okezone.comvivanews.cominilah.com,beritasatu.comtribunnews.com, dan sebagainya. Media cetak maupun televisi yang memiliki program berita juga mulai meluncurkan news online mereka, seperti kompas.com,mediaindonesia.comtempointeraktif.commetrotvnews.comjawapos.comliputan6.com, tvone.co.id, seputar-indonesia.comsuarapembaruan.comthejakartapost.com, republika.co.id, surya.co.id, gatra.com, dan masih banyak lagi (www.ajiindonesia.org).
Jurnalisme online menjadi berbeda dengan jurnalisme tradisional yang sudah dikenal sebelumnya (cetak, radio, TV) bukan semata-mata karena dia mengambil venue yang berbeda; melainkan karena jurnalisme ini dilangsungkan di atas sebuah media baru yang mempunyai karakteristik yang berbeda -baik dalam format, isi, maupun mekanisme dan proses hubungan penerbit dengan pengguna / pembacanya. Karakteristik jurnalisme online yang paling terasa meski belum tentu disadari adalah kemudahan bagi penerbit maupun pemirsa untuk membuat peralihan waktu penerbitan dan pengaksesan. Penerbit online bisa menerbitkan maumpun mengarsip artikel-artikel untuk dapat dilihat saat ini maupun nanti. Ini sebenarnya dapat dilakukan oleh jurnalisme tradisional, namun jurnalisme online dimungkinkan untuk melakukannya dengan lebih mudah dan cepat.
Banyaknya situs news online di Indonesia saat ini, selain memunculkan semangat kebebasan pers yang terasa semakin bebas di era media baru, namun juga menimbulkan sedikit kekhawatiran. Ciri kecepatan yang dimiliki oleh media online merupakan keunggulan sekaligus kelemahan. Di satu sisi, situs news online menguntungkan khalayak yang dapat mengetahui informasi terkini dengan cepat kapanpun dan dimanapun tanpa harus menunggu berita dimuat di media cetak keesokan harinya. Di sisi lain, karena sifat aktualitasnya itulah, jurnalisme online seringkali menomorduakan masalah akurasi berita. Berita yang ditulis sering belum mendapatkan verifikasi dari objek yang diberitakan.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan “CyberCrime” atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.
Sehubungan dengan semakin pesatnya media online, belakangan ini membuat Dewan Pers berinisiatif membuat sebuah regulasi etika yang khusus mengatur gerak-gerik pelaku jurnalisme online. Kode etik jurnalistik yang sudah ada dinilai belum mengatur soal media online. Perlunya kode etik tersendiri bagi media online untuk memberi rambu-rambu yang lebih sesuai dengan karakter media online yang membutuhkan kecepatan penyebaran berita. “Misalnya ada berita yang harus tayang, tapi belum ada keterangan konfirmasi dari narasumber, itu kalau dinaikkan harus ada disclaimer di bagian bawah berita bahwa ini belum ada konfirmasi. Atau ada alternatif lain yang bisa dilakukan.


II. PEMBAHASAN
2.1. LANDASAN TEORI
Pengertian Etika
Pengertian Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia etika adalah :
• Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.
• Kumpulan asas / nilai yang berkenaan dengan akhlak.
• Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Atau dapat di definisikan bahwa etika adalah moral yang mengatur prilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yagharus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Kode Etik
Dalam lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional dengan klien (pengguna jasa) misalnya pembuatan sebuah program aplikasi.
Seorang profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada beberapa hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinyadigunakan oleh kliennya atau user; iadapat menjamin keamanan (security) sistem kerja program aplikasi tersebut dari pihak-pihak yang dapat mengacaukan sistem kerjanya(misalnya: hacker, cracker, dll).
Ada 3 hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:

1.Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
2.Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan(kalanggansocial).
3.Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluarorganisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.

Kode Etik dalam penggunaan internet
1.Adapun kode etik yang diharapkan bagi para pengguna internet adalah:
Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang secara langsung berkaitan dengan masalah pornografi dan nudisme dalam segala bentuk.
2.Menghindari dan tidak mempublikasi informasi yang memiliki tendensi menyinggung secara langsung dan negatif masalah suku, agama dan ras (SARA), termasuk didalamnya usaha penghinaan, pelecehan, pendiskreditan, penyiksaan serta segala bentuk pelanggaran hak atas perseorangan, kelompok/ lembaga/ institusi lain.
3.Menghindari dan tidak mempublikasikan informasi yang berisi instruksi untuk melakukan perbuatan melawan hukum (illegal) positif di Indonesia dan ketentuan internasional umumnya.
4.Tidak menampilkan segala bentuk eksploitasi terhadap anak-anak dibawah umur.
5.Tidak mempergunakan, mempublikasikan dan atau saling bertukar materi dan informasi yang memiliki korelasi terhadap kegiatan pirating, hacking dan cracking.
6.Bila mempergunakan script, program, tulisan, gambar/foto, animasi, suara atau bentuk materi dan informasi lainnya yang bukan hasil karya sendiri harus mencantumkan identitas sumber dan pemilik hak cipta bila ada dan bersedia untuk melakukan pencabutan bila ada yang mengajukan keberatan serta bertanggung jawab atas segala konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.
7.Tidak berusaha atau melakukan serangan teknis terhadap produk, sumberdaya (resource) dan peralatan yang dimiliki pihak lain.
8.Menghormati etika dan segala macam peraturan yang berlaku dimasyarakat internet umumnya dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap segala muatan/ isi situsnya.
9.Untuk kasus pelanggaran yang dilakukan oleh pengelola, anggota dapat melakukan teguran secara langsung.

Pelanggaran Kode Etik Profesi IT
Aspek-Aspek Tinjauan Pelanggaran Kode Etik Profesi IT :
1.Aspek Teknologi
Semua teknologi adalah pedang bermata dua, ia dapat digunakan untuk tujuan baik dan jahat. Contoh teknologi nuklir dapat memberikan sumber energi tetapi nuklir juga enghancurkan kota hirosima. Seperti halnya juga teknologi kumputer, orang yang sudah memiliki keahlian dibidang computer bias membuat teknologi yang bermanfaat tetapi tidak jarang yang melakukan kejahatan.
2.Aspek Hukum
Hukum untuk mengatur aktifitas di internet terutama yang berhubungan dengan kejahatan maya antara lain masih menjadi perdebatan. Ada dua pandangan mengenai hal tersebut antara lain:
a) Karakteristik aktifitas di internet yang bersifat lintas batas sehingga tidak lagi tunduk pada
batasan-batasan territorial
b) Sistem hukum tradisiomal (The Existing Law) yang justru bertumpu pada batasan-batasan
teritorial dianggap tidak cukup memadai untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang
muncul akibat aktifitas internet. Dilema yang dihadapi oleh hukum tradisional dalam
menghadapi fenomena-fenomena cyberspace ini merupakan alasan utama perlunya
membentuk satu regulasi yang cukup akomodatif terhadap fenomena-fenomena baru yang
muncul akibat pemanfaatan internet. Aturan hukum yang akan dibentuk itu harus diarahkan
untuk memenuhi kebutuhan hukum (the legal needs) para pihak yang terlibat di dalam
transaksi-transaksi lewat internet. Hukum harus diakui bahwa yang ada di Indonesia sering
kali belum dapat menjangkau penyelesaian kasus kejahatan computer. Untuk itu diperlukan
jaksa yang memiliki wawasan dan cara pandang yang luas mengenai cakupan teknologi yang
melatar belakangi kasus tersebut. Sementara hukum di Indonesia itu masih memiliki
kemampuan yang terbatas didalam penguasaan terhadap teknologi informasi.
3.Aspek Pendidikan
Dalam kode etik hacker ada kepercayaan bahwa berbagi informasi adalah hal yang sangat baik dan berguna, dan sudah merupakan kewajiban (kode etik) bagi seorang hacker untuk membagi hasil penelitiannya dengan cara menulis kode yang open source dan memberikan fasilitas untuk mengakses informasi tersebut dan menggunakn peralatan pendukung apabila memungkinkan. Disini kita bisa melihat adanya proses pembelajaran. Yang menarik dalam dunia hacker yaitu terjadi strata-strata atau tingkatan yang diberikan oleh komunitas hacker kepada seseorang karena kepiawaiannya bukan karena umur atau senioritasnya. Untuk memperoleh pengakuan atau derajat seorang hacker mampu membuat program untuk ekploit kelemahan system menulis tutorial/ artikel aktif diskusi di mailing list atau membuat situs web, dsb.
4.Aspek Ekonomi
Untuk merespon perkembangan di Amerika Serikat sebagai pioneer dalam pemanfaatan internet telah mengubah paradigma ekonominya yaitu paradigma ekonomi berbasis jasa (From a manufacturing based economy to service – based economy). Akan tetapi pemanfaatan tknologi yang tidak baik (adanya kejahatan didunia maya) bisa mengakibatkan kerugian ekonomi yang tidak sedikit.
5.Aspek Sosial Budaya
6.Akibat yang sangat nyata adanya cyber crime terhadap kehidupan sosial budaya di Indonesia adalah ditolaknya setiap transaksi di internet dengan menggunakan kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia. Masyarakat dunia telah tidak percaya lagi dikarenakan banyak kasus credit card PRAUD yang dilakukan oleh netter asal Indonesia.

Peran Etika dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlangsung sangat cepat. Dengan pekembangan tersebut diharapkan akan dapat mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup manusia. Untuk menjadi manusia secara utuh, maka tidak cukup dengan mengandalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, manusia juga harus menghayati secara mendalam kode etik ilmu, teknologi dan kehidupan. Apabila manusia sudah jauh dari nilai-nilai, maka kehidupan ini akan terasa kering dan hampa. Oleh karena ilmu dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia harus tidak mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan keluhuran. Penilaian seorang ilmuwan yang mungkin salah dan menyimpang dari norma, sudah seharusnya dapat digantikan oleh suatu etika yang dapat menjamin adanya suatu tanggung jawab bersama, yakni pihak pemerintah, masyarakat serta ilmuwan itu sendiri.


2.2 CONTOH KASUS
Berikut ini ada beberapa contoh kasus pelanggaran etika dalam penggunaan media internet, yaitu:

•Pembobolan Situs KPU
Pada hari Sabtu, 17 April 2004, Dani Firmansyah(25 th), konsultan Teknologi Informasi (TI) PT Danareksa di Jakarta berhasil membobol situs milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dihttp://tnp.kpu.go.id dan mengubah nama-nama partai di dalamnya menjadi nama-nama unik seperti Partai Kolor Ijo, Partai Mbah Jambon, Partai Jambu, dan lain sebagainya. Dani menggunakan teknik SQL Injection(pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan string atau perintah tertentu di address bar browser) untuk menjebol situs KPU. Kemudian Dani tertangkap pada hari Kamis, 22 April 2004.

•Contoh Pelanggaran Hak Cipta di Internet
Seseorang dengan tanpa izin membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang berisikan lagu-lagu dan liriknya, foto dan cover album dari penyayi-penyayi tersebut. Contoh : Bulan Mei tahun 1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan situs internet yang tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik dan video klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat menimbulkan peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak lain tanpa izin. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian Mechanical Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian Music Publishers Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet yang dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang berisikan lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997 :142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey.T dkk.

•Contoh kasus pencurian dokumen
terjadi saat utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa berkunjung di Korea Selatan. Kunjungan tersebut antara lain, guna melakukan pembicaraan kerja sama jangka pendek dan jangka panjang di bidang pertahanan. Delegasi Indonesia beranggota 50 orang berkunjung ke Seoul untuk membicarakan kerja sama ekonomi, termasuk kemungkinan pembelian jet tempur latih supersonik T-50 Golden Eagle buatan Korsel dan sistem persenjataan lain seperti pesawat latih jet supersonik, tank tempur utama K2 Black Panther dan rudal portabel permukaan ke udara. Ini disebabkan karena Korea dalam persaingan sengit dengan Yak-130, jet latih Rusia. Sedangkan anggota DPR yang membidangi Pertahanan (Komisi I) menyatakan, berdasar informasi dari Kemhan, data yang diduga dicuri merupakan rencana kerja sama pembuatan 50 unit pesawat tempur di PT Dirgantara Indonesia (DI). Pihak PT DI membenarkan sedang ada kerja sama dengan Korsel dalam pembuatan pesawat tempur KFX (Korea Fighter Experiment). Pesawat KFX lebih canggih daripada F16. Modus dari kejahatan tersebut adalah mencuri data atau data theft, yaitu kegiatan memperoleh data komputer secara tidak sah, baik digunakan sendiri ataupun untuk diberikan kepada orang lain. Indentity Theftmerupakan salah satu jenis kejahatan ini yang sering diikuti dengan kejahatan penipuan. Kejahatan ini juga sering diikuti dengan kejahatan data leakage. Perbuatan melakukan pencurian dara sampai saat ini tidak ada diatur secara khusus.


III. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas Negara. Seiring dengan perkembangan internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang positif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingannya antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau cybercrime. Dan Kode etik yang mengikat semua anggota profesi perlu ditetapkan bersama. Tanpa kode etik, maka setia individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berdeda beda yang nilai baik menurut anggapanya dalam berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Tidak dapat dibayangkan betapa kacaunya apabila setiap orang dibiarkan dengan bebas menentukan mana yang baik mana yang buruk menurut kepentinganya masing masing, atau menipu dan berbohong dianggap perbuatan baik, atau setiap orang diberikan kebebasan untuk berkendaraan di sebelah kiri dan kanan sesuai keinginanya. Oleh karena itu nilai etika atau kode etik diperlukan oleh masyarakat, organisasi, bahkan negara agar semua berjalan dengan tertib, lancar dan teratur.
3.2.SARAN
Solusi Untuk Mengatasi Permasalahan Pelanggaran Etika Dalam Dunia Maya dan Teknologi Informasi:
- Jangan melakukan pembatasan, maksudnya adalah dalam memberikan penyelesaian dari masalah ini kita tidak boleh memberikan pembatasan terhadap perkembangan teknologi dan kreatifitas. Hal ini dapat dilihat dari penerapan pendekatan hukum yang telah digunakan masih bersifat mebatasi sehingga tidak berjalan dengan efektif.
- Gunakan hukum sebagai penyedia dari hal-hal positif yang dapat dilakukan oleh Digital Native. Maksudnya adalah, hukum harus mampu memberikan perlindungan bagi perkembangan kreatifitas bagi Digital Native, bukan membatasinya.
- Luruskan kekeliruan secara intensif. Yaitu dalam memberikan pengertian terhadap kesalahpahaman harus dilakukan secara intensif tidak hanya dilakukan jika terdapat kasus yang besar saja.

Tugas Minggu ke 7


SUB 1
Penelitian Online

Teknologi informasi dan komunikasi (ICT) kian berkembang pesat dewasa ini. Dalam hitungan detik, segala informasi dan berita dari segala penjuru negeri bisa kita akses dengan mudah, terutama melalui internet, salah satu produk ICT. Bukan sekedar media, teknologi informasi dan komunikasi ini juga mempunyai pengaruh dalam proses demokratisasi, terutama terkait salah satu komponen utama demokrasi, yaitu transparansi. Oleh karena itu, harus ada edukasi mengenai pemanfaatan media online ini, terutama jika media online ini digunakan sebagai sarana publikasi. 
Menyikapi perkembangan ini, tim website P2P-LIPI (www.politik.lipi.go.id) pada tanggal  10 Desember 2009 mengadakan workshop mengenai ”Publikasi Online” dengan menghadirkan dua orang narasumber, yaitu Romi Satria Wahono dengan makalahnya yang berjudul ”Science 2.0: Paradigma Baru Penyebaran Ilmu Pengetahuan Secara Online” dan Syafuan Rozi Subhan, SIP, MSi dengan makalahnya yang berjudul Cyberclash, Demokrasi dan Resolusi Konflik”.
Dalam paparannya, Romi yang merupakan CEO PT Brainmatics dan pendiri IlmuKomputer.com mengemukakan bahwa perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, khususnya internet, telah membuat dunia semakin datar. Hal ini berdampak pada proses kolaborasi dan publikasi yang menjadi semakin mudah dan cepat dilakukan. Web 1.0 pun kini bergerak menjadi Web 2.0 yang pada intinya memberikan hak lebih kepada pengguna untuk berpartisipasi secara aktif. Contoh layanan web yang menggunakan pendekatan web 2.0 ini adalah situs jejaring sosial yang akhir-akhir ini marak digunakan, seperti Facebook dan Friendster, termasuk juga Blogs (wordpress.com, blogspot.com, multiply.com), dan Wikipedia.
Penerima penghargaan dari PBB tahun 2003 untuk Continental Best Practice Examples (Special Mentions) in the Category e-Learning ini lebih jauh mengungkapkan bahwasanya kini semakin banyak peneliti yang mempublikasikan tulisan ilmiahnya melalui fasilitas Web 2.0. Hal inilah yang disebut Science 2.0. Proses penelitian secara alami akan menuju ke Science 2.0 ini. Di sisi lain, penggunaan Science 2.0 ini bukan berarti tanpa kendala. Science 2.0 membuka peluang terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual. Dari tujuh ragam Hak Kekayaan Intelektual, yang paling erat hubungannya dengan penelitian adalah hak cipta dan paten. Dari sisi fisik, sebagian besar publikasi ilmiah berada dalam ranah ”hak cipta” pada konsepsi HKI. Hak cipta sifatnya melekat ke pencipta meskipun tanpa didaftarkan. Yang paling menentukan dari klaim hak cipta adalah ketuaan dari usia dokumen. Sementara, publikasi onlinemembawa catatan ”age of document” pada setiap dokumennya. Dengan demikian menurut Romi, boleh disimpulkan bahwa publikasi online justru sebenarnya dapat mencegah terjadinya pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, khususnya jenis hak cipta. Berbagai teknologi dan strategi juga bisa digunakan untuk mencegah dan memberikan punishment bagi pelaku pelanggaran, terutama community punishment.
Berkaitan langsung dengan ruang politik, Syafuan Rozi Subhan, SIP, MSi., mengungkapkan potensi pengembangan demokrasi dan resolusi konflik dengan ditemukannya sistem komunikasi personal sepertihandphone dan berbagai peralatan komunikasi digital seperti e-mail, internet, VoIP (Voice over Internet Protocol), sistem komunikasi jarak jauh dengan Skype,  dan tidak menutup kemungkinan mengubah proses politik konvensional dengan cara face to face menjadi politik online. Peneliti bidang politik nasional Pusat Penelitian Politik LIPI ini mengambil kasus cyberclash atau debat sengit antara Malindo (Malaysia-Indonesia) netters atau pengguna mailing-list dan blogs. Gejala ini menyeruak sejak munculnya isu ”I hate Indon”, ”Indonsial”, dan ”Malingsia” antara tahun 2007-2009 di new media virtual website. Persoalan ini terkait dengan berbagai persoalan kehidupan dan soal perasaan kebangsaan Indonesia-Malaysia, seperti klaim warisan budaya dan salah pengertian mengenai pemakaian unsur budaya untuk iklan pariwisata, seperti lagu Rasa Sayange, Batik, Reog, Tari Pendet, Kamus Bahasa Melayu-USU, kondisi Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia, dan masih banyak lagi kasus lain yang muncul dalam hubungan antar bangsa serumpun ini.
Untuk itu, menurut Rozi, pengembangan demokrasi yang sehat, rekonsiliasi dan membangun perdamaian dengan cara memperbaiki hubungan, yang secara resmi berada di pundak pemimpin kedua negara, sudah seharusnya kini menyentuh seluruh lapisan pejabat negara, para birokrat, para diplomat, para ilmuwan, para seniman/artis, para pemuda, pelajar dan mahasiswa sampai ke akar rumput, termasuk media massa dan para pengguna internet antar bangsa. Cyberclash atau cyberwar perlu diubah menjadi konflik fungsional yang mengarah kepada keseimbangan baru dan membangun sinergi untuk kemajuan bersama di masa yang akan datang.
Sumber :
http://dppm.uii.ac.id/pengumuman/page_11.html
http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kegiatan/tahun-2010/170-workshop-publikasi-online