Jumat, 19 April 2013

Tulisan 3

Koping (coping) Stres
a)                  Pengertian dan jenis koping
Setiap manusia pasti mempunyai masalah, dari yang terkecil sampai yang terbesar. Semuanya tergantung akan indvidu yang menjalani. Ada berbagai metode dalam menyelesaikan, menghadapi, menghindari, ataupun meminimalisir suatu masalah, akan tetapi tidak jarang kta menemui seseorang yang takut menghadapi suatu permasalahan dan tidak mencari jalan keluar yang bijak. Jika seorang indivdu salah atau kurang tepat dalam mengcoping suatu permasalahan, maka hasilnyapun akan kurang memuaskan, bahkan dapat menimbulakn gangguan dalam pikiran dan kejiwaannya, seperti depresi, stres dan gila.
Dewasa ini proses terhadap stres menjadi pedoman untuk membangun coping stress. Secara umum stres dapat diatasi dengan melakukan transaksi dengan lingkungan dimana hubungan transaksi ini merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menangani dan menguasai situasi stres yang menekan dengan melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.
Banyak definisi yang dilontarkan oleh para pakar psikolo0gi guna mengartikan coping, bisa diartikan strategi coping menunjuk pada berbagai upaya , baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan.
Lazarus mendefinisikan coping sebagai suatu cara suatu individu untuk mengatasi situasi atau masalah yang dialami baik sebagai ancaman atau suatu tantangan yang menyakitkan. Dengan perkataan lain strategi coping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya.
Strategi coping merupakan suatu upaya indivdu untuk menanggulangi situasi stres yang menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kogntif maupun prilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri.
Jenis-jenis koping
a.                   Koping psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada dua factor yaitu :
-                      Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
-                      Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu; artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
b.                  Koping psiko-sosial
Yang biasa dilakukan individu dalam koping psiko-sosial adalah, menyerang, menarik diri dan kompromi.
-                      Perilaku menyerang individu
Menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahan integritas pribadinya. Prilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif. Destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang) terhadap sasaran atau objek dapat berupa benda, barang atau orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilkan adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang memanjang.
Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya.
-                      Perilaku menarik diri
Menarik diri adalah prilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.
-                      Kompromi
Kompromi adalah merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang sihadapi, secara umum kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
Kaitan antara koping dengan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), ada ahli yang melihat defense mechanism sebagai salah satu jenis koping (Lazarus, 1976). Ahli lain melihat antara koping dan mekanisme pertahanan diri sebagai dua hal yang berbeda. (Harber dan Runyon, 1984).
b)                 Jenis-jenis koping yang konstruktif dan positif (sehat)
Harmer dan Ruyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif: yaitu: 
-                      Penalaran (reasoning)
            Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternate yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternative yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
-                      Objektifitas 
            Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi. 
-                      Konsentrasi
            Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsetrasi ketika menghadappi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi seakin kabur dan tidak terarah. 
-                      Penegasan diri (self assertion)
            Individu berhadapan dengan konflik emosional yang menjadi pemicu stress dengan cara mengekpresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara langsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tidakan agresi. Sertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
-                      Pengamatan diri (self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspreksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran sendiri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, cirri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memilki kemampuan untuk melakukan transedensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognitif dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri. 

Referensi :
Kertamuda, Fatchiah., Herdiansyah, Haris. (2009). Pengaruh Strategy Coping Terhadap Penyesuaian Diri Mahasiswa Baru. Jurnal Universitas Paramadina, vol 6, no 1.
http://rumahbelajarpsikologi.com/cgi-sys/suspendedpage.cgi

Tulisan 2


Pengertian Stres?

Apakah stres itu? Ada beberapa pengertian tentang stres. Beberapa ahli memberikan arti stres sebagai respon fisiologik (badani), psikologik, dan perilaku seorang individu dalam menghadapi penyesuaian diri terhadap tekanan yang bersifat internal (dari dalam tubuh) ataupun eksternal (dari lingkungan).
Arti Penting Stres?

Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Seseorang menjadi stres karena adanya stressor. Stressor adalah suatu peristiwa, situasi individu atau objek yang dapat menimbulkan stres dan reaksi terhadap stres. Ada beberapa bentuk stressor, antara lain stressor psikologis (contohnya: krisis, frustasi, konflik, tekanan) dan stressor bio ekologis (misalnya: suara/bising yang mengganggu, polusi udara, suhu terlalu panas/dingin, ketidakcukupan gizi).
Hampir semua orang pernah mengalami stres. Stres merupakan hal yang wajar. Di satu sisi, stres dapat menggangu keseimbangan tubuh seseorang. Tetapi di sisi lain, stres merupakan salah satu energi yang dapat membantu seseorang untuk mencapai cita-citanya.
1)                  Efek-efek Stres
Efek dari stres, terbagi dalam 4 kelompok yakni fisik, kognitif, emosi dan tingkah laku, antara lain sebagai berikut :
a.                   Gejala stres yang dapat dilihat melalui efek pada  fisik, antara lain adalah gagap dalam berbicara (sulit untuk bicara), detak jantung meningkat, kepala pusing, badan gemetaran, muntah-muntah, kesulitan bernafas, kelelahan yang berlebihan, serta kesulitan tidur.
b.                  Secara kognitif, efek stres yang muncul adalah berkurangnya konsentrasi, mudah lupa, munculnya pandangan yang negatif terhadap diri sendiri, kreativitas menurun, serta hilangnya kontrol pada diri sendiri.
c.                   Sedangkan secara emosi, reaksi stres yang muncul adalah mudah cemas, cepat tersinggung, mudah marah, depresi, penarikan diri pada lingkungan sosial, mudah menangis, menurunnya rasa percaya diri, serta munculnya pandangan negatif pada diri dan orang lain.
d.                  Dilihat dari tingkah laku, reaksi stres yang terlihat adalah tidak sabar, menjadi ceroboh, nervous laughter, menarik diri dari lingkungan sekitar, merokok, penurunan dan peningkatan nafsu makan, pemakaian obat-obatan terlarang, minum minuman beralkohol, serta munculnya tingkah laku yang bersifat agresif seperti mengemudikan mobil dengan kecepatan sangat tinggi.
Faktor lain stres adalah kurang tidur. Banyak orang hanya mendapatkan enam atau kurang jam tidur setiap malam meskipun National Sleep Foundatiomemperkirakan bahwa kebanyakan orang dewasa membutuhkan 8-8-1 / 2 jam per malam untuk kesehatan yang baik. Kelelahan karena kurang tidur menyebabkan stres tambahan.

Terakhir, tren ekonomi telah menghasilkan sebuah "Pemenang-mengambil-semua" perekonomian di mana kesenjangan antara kaya dan rata-rata keluarga terus melebar. Status sosial ekonomi (SES) mempengaruhi kesehatan dalam beberapa cara. Orang yang lebih tinggi SES bisa mendapatkan perawatan kesehatan yang lebih baik, cenderung untuk menderita dari paparan racun lingkungan, dan umumnya menjalani gaya hidup sehat. Selain itu, stres kronis yang berhubungan dengan SES rendah muncul untuk meningkatkan morbiditas dan kematian di antara orang-orang dalam kelompok-kelompok pendapatan.
Menurut Hans Selye, 1950 stress adalah respon tubuh yang bersifat non-spesifik terhadap setiap tuntutan beban di atasnya. Selye memformulasikan konsepnya dalam General Adaptation Syndrome (GAS). GAS ini berfungsi sebagai respon otomatis, respon fisik, dan respon emosi pada seorang individu. Selye mengemukakan bahwa tubuh kita bereaksi sama terhadap berbagai stressor yang tidak menyenangkan, baik sumber stress berupa serangan bakteri mikroskopi, penyakit karena organisme, perceraian ataupun kebanjiran. Model GAS menyatakan bahwa dalam keadaan stress, tubuh kita seperti jam dengan system alarm yang tidak berhenti sampai tenaganya habis.
Respon GAS ini dibagi dalam tiga fase, yaitu:
-                    Reaksi waspada (alarm reaction stage)
Adalah persepsi terhadap stresor yang muncul secara tiba-tiba akan munculnya reaksi waspada. Reaksi ini menggerakkan tubuh untuk mempertahankan diri. Diawali oleh otak dan diatur oleh sistem endokrin dan cabang simpatis dari sistem saraf autonom. Reaksi ini disebut juga reaksi berjuang atau melarikan diri (fight-or-flight reaction).
-                    Reaksi Resistensi (resistance stage)
Adalah tahap di mana tubuh berusaha untuk bertahan menghadapi stres yang berkepanjangan dan menjaga sumber-sumber kekuatan (membentuk tenaga baru dan memperbaiki kerusakan). Merupakan tahap adaptasi di mana sistem endokrin dan sistem simpatis tetap mengeluarkan hormon-hormon stres tetapi tidak setinggi pada saat reaksi waspada.
-                    Reaksi Kelelahan (exhaustion stage)
Adalah fase penurunan resistensi, meningkatnya aktivitas para simpatis dan kemungkinan deteriorasi fisik. Yaitu apabila stresor tetap berlanjut atau terjadi stresor baru yang dapat memperburuk keadaan. Tahap kelelahanditandai dengan dominasi cabang parasimpatis dari ANS. Sebagai akibatnya, detak jantung dan kecepatan nafas menurun. Apabila sumber stres menetap, kita dapat menngalami ”penyalit adaptasi” (disease of adaptation), penyakit yang rentangnya panjang, mulai dari reaksi alergi sampai penyakit jantung, bahkan sampai kematian.

2)                  Tipe-tipe Stres
Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres biologis, misalnya adanya infeksi bakteri, akan juga berpengaruh terhadap emosi kita. Bisa pula suatu stres psikologis, misalnya kegagalan kerja, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis, yang sering terjadi bersamaan.
a.                  Tekanan
            Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. tekanan dapat berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi. Tekanan yang berasal dari luar diri individu, misalnya orang tua menuntut anaknya agar disekolah selalu ranking satu atau istri menuntut uang belanja yang berlebihan kepada suami.
b.                  Frustasi

            Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral melintang, misalnya ada perawat Puskesmas lulus SPK bercita-cita ingin mengikuti D3 Akper program khusus Puskesmas, tetapi tidak diizinkan oleh suami/istri, tidak punya biaya dan sebagainya.
            Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan dan lain-lain).
c.                   Konflik

            Timbulkan karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam keinginan, kebutuhan, atau tujuan. Bentuknya approach-approach conflict, approach-avoidance conflict atau avoidance-avoidance conflict :
-                    Konflik mendekat-mendekat
Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar sangat menarik untuk diikuti, tetapi pada saat sama juga ada film sangat menarik untuk ditonton.
-                    Konflik mendekat-menjauh
Terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan berpikir tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak. Memiliki anak sangat diinginkan karena pasangan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggungjawab atas makhluk kecil yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan finansial, waktu, kemungkinan kehadiran anak akan mengganggu relasi suami-istri, dan lain sebagainya.
-                    Konflik menjauh-menjauh
Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak disukai. Misalnya seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan mendapat nilai buruk, apalagi sampai tidak naik kelas.
d.                  Kecemasan

            Keadaan yang mendesak, yang menimbulkan stres pada individu. Misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus segera dioperasi.
3)                  Symptom reducing response stres
a.                  Respon terhadap response stres menyangkut defense mechanism
Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah. Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
-                      Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
-                      Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
b.                  Pendekatan problem solving (strategi coping yang spontan mengatasi stress)
Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar (Santrock, 2003: 567):
-                      Strategi mendekati (approach strategies)
Meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung.
-                      Strategi menghindar (avoidance strategies)
Meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress.

Referensi
dr. J.B Suharjo B. Cahyono, SpPD. 2008. Gaya Hidup & Penyakit Modern.Yogyakarta: Kanisius
Drs. Sunaryo, M.Kes. 2002. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC 
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga
Gaspersz, Vincent. 2007. Team Oriented Problem Solving. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Wargito, Bimo. 1989. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andy Yogyakarta
Dr. Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1995

Kamis, 18 April 2013

Tulisan 1


Erich Fromm : Ciri-ciri Kepribadian Sehat
Menurut Fromm, orang yang berkepribadian sehat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
  • Mampu mengembangkan hidupnya sebagai makhluk sosial di dalam masyarakat.
Contohnya : bisa bersosialisasi dalam suatu lingkungan baru.
  • Mampu mencintai dan dicintai.
Contohnya : rasa kasih saying terhadap semua umat manusia.
  • Mampu mempercayai dan dipercayai tanpa memanipulasi kepercayaan itu.
Contohnya : jika kita seorang psikolog, bisa menyimpan kerahasiaan klien kita.
  • Mampu hidup bersolidaritas dengan orang lain tanpa syarat.
Contohnya : berteman tanpa pandang ras, gender dan latar belakang orang tersebut.
  • Mampu menjaga jarak antar dirinya dengan masyarakat tanpa merusaknya
Contohnya : bisa menghargai privasi yang dimiliki tiap orang.
  • Memiliki watak sosial yang produktif.
Contohnya : mampu ikut serta dalam setiap kegitan sosial.

Referensi :
Drs.Sumandi Suryabrata. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali Pers, 1982
Suryabrata, S. (2003). Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Tulisan 1


Abraham Maslow : Hearki Kebutuhan Manusia ( Aktualisasi Diri )

Ada 5 tingkatan kebutuhan dasar manusia dalam teori Maslow, yakni :
1.      Aktualisasi Diri 

Aktualisasi diri yaitu pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.
Jadi melakukan kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.
2.      Kebutuhan Harga Diri 

Penghargaan faktor penghargaan internal dan eksternal.
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
3.      Kebutuhan Mencintai dan dicintai 

Kebutuhan ini meliputi, rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan.
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4.      Kebutuhan Rasa aman dan nyaman

Kebutuhan rasa aman meliputi, rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional.
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
5.      Kebutuhan Fisiologis

Fisiologis, misalnya rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.
           Dalam teori maslow ini, digambarkan seperti Piramida yang saling berkesinambungan, Seperti gambar berikut ini..
Teori motivasi yang paling terkenal yaitu hierarki teori kebutuhan dasar  Abraham Maslow.  Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan.


Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan seperti pada gambar diatas. Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan harga diri, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas. Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal. 
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.

Referensi :
Goble, Frank.1987.Mahzab ketiga psikologi humanistik abraham maslow.Yogyakarta: Kansius
Duane, Schultz.1991.Psikologi pertumbuhan.Yogyakarta: Kansius
Dariyo, Agoes.2004.Psikologi perkembangan dewasa muda.Jakarta: Gramedia

Tulisan 1


Carl Rogers : Perkembangan Kepribadian

Rogers tidak membahas teori pertumbuhan dan perkembangan dan tidak melakukan riset jangka panjang yang mempelajari hubungan anak dengan orangtuanya. Namun ia yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua orang yang secara alami mendorong proses organism menjadi semakin kompleks, ekspansi, otonom, sosial dan secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Struktur self menjadi bagian terpisah dari medan fenomena dan semakin kompleks. Self berkembang secara utuh keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagiannya. Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif dan penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap konruen dengan struktur self.
Contoh sederhana dapat dilihat sebagai berikut : seorang gadis kecil yang memiliki konsep diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh orangtuanya dan yang terpesona dengan kereta api kemudian menungkapkan pada orang tuanya bahwa ia ingin menjadi insinyur mesin dan akhirnya menjadi kepala stasiun kereta api. Orang tua gadis tersebut sangat tradisional, bahkan tidak mengijikan ia untuk memilih pekerjaan yang diperutukan laki-laki. Hasilnya gadis kecil itu mengubah konsep dirinya. Dia memutuskan bahwa dia adalah gadis yang “tidak baik” karena tidak mau menuruti keinginan orang tuanya. Dia berfikir bahwa orang tuanya tidak menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa dia tidak tertarik pada pekerjaan itu selamanya.
Beberapa pilihan sebelumnya akan mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari tahapan pengalaman aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga – menyerah dari ketertarikannya – dan jika ia meneruskan sesuatu sebagai niali yang di tolak oleh orang lain, dirinya akan berakhir dengan melawan dirinya sendiri. Dia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan berkepribadian keras, tidak nyaman,
Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.

Referensi
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat. Alih bahasa : Yustinus. Yogya : Kanisius
http://dewilin.blog.com/2010/12/15/teori-kepribadian-carl-rogers/